Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta

[​IMG] ​

Kiprah etnis Tionghoa dlm pentas sejarah Indonesia makin jelas & misteri ttg siapakah pahlawan bernama Khe ato Khe Panjang ato Kapitan Sepanjang (nama aslinya: Souw Phan Ciang) makin terkuak.Kapitan Sepanjang menjadi panglima besar dlm Perang Sepanjang di Batavia, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur di 1740-1743. Dikutip dari buku "Geger Pacinan (1740-1743)", penulis: Daradjadi, penerbit: Penerbit Buku Kompas, 2013, tebal: 292 halaman.

Namanya Khe. Rambutnya msh berkucir. Itu pertanda ia blm lama tiba dari Tiongkok. Akhir September 1740, ia memimpin sekitar 1.000 pejuang berani mati Tionghoa. Mereka berkumpul di pinggir Batavia di kawasan sekitar pabrik gula Gandaria area yg kini penuh mal & apartemen.

Pernahkah Kamu mendengar nama tersebut? Julukannya Khe Panjang. Para prajurit Jawa memanggilnya Kapitan Sepanjang. Berani taruhan, buku-buku pelajaran sejarah kita sama sekali tak pernah menyebut pria berkucir itu. Buku Geger Pacinan karangan Daradjadi, sejarawan otodidak & pembina Yayasan Suryosumirat Mangkunegaran, menyebut Khe sbg tokoh penting. Ia tokoh yg menyulut suatu pemberontakan besar sesudah warga Cina di Batavia dibunuh massal.

Kita tahu Batavia 1740 berdarah. Lbih dari 8.000 laki-perempuan, tua-muda, dibantai. Awalnya merupakan kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap meningkatnya jumlah imigran gelap Cina. Di 1739, populasi warga Tionghoa Batavia udah mencapai lbih dari 10 ribu orang. Gubernur Jenderal Adriaan Vicker lantas menetapkan kebijakan pajak yg tinggi terhadap mereka, jga pemberlakuan izin menetap. Bila warga Tionghoa Batavia tak memiliki izin itu, ia akan dideportasi. Di hari Imlek, Februari, Belanda melakukan razia besar-besaran.
Oktober, tensi di wilayah ini naik. Isu bhwa mereka yg ditangkap bukan dipulangkan ke Cina, melainkan dicemplungkan ke laut membuat bbrapa perusuh Cina menyerang pos-pos Belanda. Membalas tindakan ini, kompeni melakukan penjagalan. Di Stadthuys kini museum sejarah Jakarta ratusan warga Tionghoa dipenggal kepalanya satu per satu. Mayat-mayat orang Tionghoa mengapung di kanal-kanal & sungai Batavia. Begitu banyaknya sehingga toponimi nama-nama daerah Batavia berkaitan dgn jenazah-jenazah ini. Rawa Angke, misalnya, berasal dari Rawa Bangke.

Yg minim dibicarakan dlm sejarah, Khe & gerombolannya selesai berkonsolidasi di Bekasi kmudian berjalan long march sampai Jawa Tengah. Mereka menyusuri kota demi kota, mencari dukungan, menggelorakan perlawanan. Menurut Daradjadi, simpati kepada Khe bangkit di mana-mana. Scr sporadis terbentuk satuan-satuan Tionghoa di seluruh wilayah Jawa. Dr Cirebon, Tegal, Semarang, Grobogan, Jepara, Kedu, Kediri, Surabaya, sampai Pasuruan muncul tokoh-tokoh pendekar Tionghoa.
Di Jepara muncul pendekar bernama Tan Sin Kho alias Singseh. Di Tegal muncul pemimpin bernama Kwee Lak Kwa. Di Blora ada Encik So. Di Grobogan ada Encik Macan. Mereka menjadi panglima laskar-laskar Tionghoa. Mereka didukung ribuan prajurit pribumi Jawa, gabungan dari para desertir opsir kolonial sampai rakyat biasa. Surat ajakan melawan VOC disebarkan di mana-mana, bahkan ada yg diapungkan melalui rakit-rakit batang pisang.

Di titik inilah buku ini memberi kita perspektif & imajinasi sejarah yg luar biasa. Biasanya ulasan tragedi Batavia berhenti di Batavia aja. Buku karya sejarawan Belanda, B. Hoetink, mengenai Nie Hoe Kong, Kapitan Tionghoa era itu, yg udah diterjemahkan, misalnya, cuma bercerita seputar materi proses peradilan Nie Ho Kong. Dia saat itu dituduh tak bisa meredam pemberontakan. Nie Ho Kong dicurigai terlibat. Ia akhirnya mati di pengasingan Ambon.
Buku Daradjadi layak dibaca krna menyambungkan dua peristiwa dlm jarak tiga tahun yg biasanya dibaca terpisah. Dua peristiwa itu merupakan tragedi Batavia & runtuhnya keraton Kartasura. Dr Batavia, Khe & para pejuang menyeret suatu perang besar dlm sejarah Jawa. Klimaks perang ini: Belanda scr leluasa mengintervensi administrasi pemerintahan Mataram.
Buku ini jga mengungkap kebimbangan penguasa Jawa merespons pemberontakan Khe. Kita tercenung betapa banyak pemimpin Jawa yg oportunis. Pakubuwono II, misalnya. Di mulanya ia mendukung laskar Tionghoa. Ia yakin laskar Tionghoa mampu menumbangkan VOC. Disokong oleh perwira-perwira tangguh, kaya Patih Notokusumo, cucu Sunan Pakubuwono I, aliansi Pakubuwono II & laskar Tionghoa berhasil menghancurkan benteng VOC di Kartasura.

Siasat perang Khe di sini amat berperan. Ia memerintahkan membuat tangga-tangga yg dilengkapi roda. Tangga-tangga itu diputar-putarkan sekeliling benteng. Pasukan Tionghoa & Jawa naik tangga, kmudian berlompatan masuk ke benteng. Kita membayangkan taktik ini kaya adegan film-film silat kolosal Cina masa kini karya Zhang Yimou ato Ang Lee. Bisa Jadi itu dipelajari Khe dari peperangan di Cina. Yg jelas, kmudian duel antarprajurit tak terelakkan. Pesilat-pesilat Cina unggul dlm pertarungan satu lawan satu. Mereka memakai tombak, pedang, ato toya.

Tapi, sehabis kompeni mendatangkan pasukan tambahan dari Sulawesi Selatan (terdiri atas prajurit Belanda, Bugis, Makassar, Ambon, & Sumbawa), Pakubuwono II berbalik arah. Apalagi sesudah laskar Tionghoa melakukan "kudeta", mengangkat Raden Mas Garendi, cucu Amangkurat III berjulukan Sunan Kuning yg msh berusia 16 tahun menjadi Sunan Mataram menggantikan dirinya. Dr pelariannya di Ponorogo, Pakubuwono II berbalik memihak Belanda. Ia meminta Belanda menggempur Sunan Kuning, membuat sunan remaja itu cuma sempat bertakhta selama 6 bln di Kartasura. Dlm pertempuran di Surabaya, Sunan Kuning akhirnya menyerah, & kmudian dibuang ke Sri Lanka.
Kisah bagaimana kembalinya Pakubuwono II ke Kartasura & memindahkan istananya ke Surakarta pernah diuraikan dlm buku John Pemberton, On the Subject of Java. Iring-iringan prosesi dari Kartasura ke Surakarta membawa berbagai harta benda & jimat-jimat keraton yg tersisa. Sejak itu, sesungguhnya, kaya pernah dikatakan mendiang penyair Rendra, kerajaan Jawa menjadi kerajaan boneka. Pakubuwono II menyerahkan seluruh gerbang cukai & penguasaan daerah pesisir kepada Belanda. Ia tak berhak lagi mengangkat bupati di pesisir.

Tapi lupakan para pembesar Jawa yg hipokrit. Walau kalah, menurut Daradjadi, laskar Tionghoa tak mau menyerah. Kisah-kisah bagaimana keheroikan ini bisa kita tambah. Bertolak dari informasi Daradjadi, misalnya, kita bisa menapaktilasi kelenteng-kelenteng sepanjang Jawa Tengah. Banyak kelenteng ternyata memiliki kaitan dgn laskar Tionghoa ini. Kelenteng Cu Hwie Kiong di Rembang, Kelenteng Hian Siong Tee di Welahan-perbatasan Demak & Jepara, Kelenteng Tay Kak Sie di Semarang, serta Kelenteng Tek Hay Kiong di Tegal, misalnya. Di situ tentu msh banyak kisah lisan mengenai pemberontakan tersebut.
Sayang, Daradjadi blm mengungkap kisah para pesilat di kawasan long march Khe. Tiap daerah tentu memiliki hero sendiri berkaitan dgn peristiwa ini. Bila ke Kelenteng Sam Poo Kong, Kamu bisa mendengar kisah mengenai pendekar bernama Souw Pan Djiang. Pada masa itu dia merupakan guru silat di Simongan. Ia ikut menceburkan diri ke laskar Tionghoa. Konon dia mampu mengobrak-abrik kompeni. Saat dikejar, ia melompat ke Sungai Simongan & kmudian lenyap. Sosok ini entah fiksi entah bukan.

Pun tokoh-tokoh pribumi lain. Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa (pendiri Mangkunegaraan) & Pangeran Mangkubumi (pendiri Keraton Yogyakarta) merupakan tokoh terkenal yg membantu Khe. Bupati Grobogan Martopuro, yg disayang para pemberontak Tionghoa, jga blm banyak diungkap sejarah. Begitu pula pasukan keturunan cucu Suropati, yg mendukung Khe sepanjang Bangil, Pasuruan, Malang, Mojokerto, Jombang, & Kediri.

Khe sendiri ialah sosok misterius. Sementara Singseh ditengarai gugur di Pantai Lasem, catatan-catatan Belanda menyatakan Khe tak pernah tertangkap ato menyerah. Dia lari dari desa ke desa. Desa Sepanjang di Karanganyar, misalnya, diduga pernah disinggahi Khe. Konon ia terahir kali terlihat di depan umum di 1758. Saat itu, Khe muncul di Istana Gusti Agung, Bali. Sehabis itu, ia lenyap, tak berbekas.

Apakah ia dibunuh? Di manakah ia dimakamkan? Di Bali? Ataukah ia balik ke Cina? Siapakah dia sebenarnya? Betulkah nama aslinya Tay Wan Soey? Betulkah ia sesungguhnya saudara Kaisar Kin Lung, kaisar besar Manchuria yg dibuang krna memberontak di Tiongkok?
Tentu utk menguak ini diperlukan penelitian akademik serius. & ini tak cukup dgn cuma bertumpu di literatur Belanda ato Jawa. Harus dicari bahan-bahan dari Cina. Yang dilakukan Daradjadi sbg sejarawan otodidak mengkompilasi buku-buku seputar tema itu & babad Cina udah lbih dari cukup. Buku ini merupakan awal bagus perkenalan kita dgn Khe. Tugas sejarawan profesionallah selanjutnya yg melacak nasib Khe.

misteripedia.blogspot.co.id/
 
sejarah Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta, cerita sejarah Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , kisah sejarah unik Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah indonesia Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah kerajaan Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah kota Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah dunia Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah perkembangan Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , pengertian sejarah Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah pancasila Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah taj mahal Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah pramuka Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta , sejarah uang Sejarah Khe Pasukan Berani Mati Tionghoa di Jakarta

Share this:

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment